FLAโšกH NEWS
โœจ Bergabunglah di Majelis Kanzul Mubtadi-ien! Kajian eksklusif, sholawat bersama, & silaturahmi dengan pecinta sholawat dari berbagai daerah ๐Ÿ™๐Ÿป๐Ÿ˜Š
Puasa  

Hukum Membatalkan Puasa Sunnah Karena Undangan Makan: Penjelasan Ulama dan Adabnya

Hukum membatalkan puasa sunnah karena undangan makan dalam Islam
Hukum membatalkan puasa sunnah karena undangan makan dalam Islam
banner 120x600

Puasa sunnah merupakan ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam sebagai bentuk tambahan kedekatan diri kepada Allah SWT. Di antara puasa sunnah yang populer adalah puasa Senin-Kamis, puasa Arafah, dan puasa enam hari di bulan Syawal. Ibadah ini membawa banyak keutamaan, seperti diampuninya dosa-dosa, dilipatgandakannya pahala, serta membentuk kedisiplinan spiritual yang tinggi.

Namun, dalam kehidupan sehari-hari, tak jarang seseorang yang sedang menjalankan puasa sunnah menghadapi situasi yang membuatnya ragu: ketika diajak makan oleh teman, keluarga, atau bahkan menghadiri undangan pernikahan. Apakah harus tetap berpuasa, atau justru dianjurkan membatalkannya demi menjaga hubungan sosial dan menghormati tuan rumah?

Artikel ini hadir untuk menjawab dilema tersebut dengan menjelaskan hukum membatalkan puasa sunnah dalam kondisi-kondisi tertentu. Dengan merujuk kepada pendapat para ulama dan kitab-kitab terpercaya, artikel ini juga memberikan panduan adab dalam menyikapi ajakan makan saat puasa sunnah, agar tetap selaras antara semangat ibadah dan nilai-nilai sosial yang diajarkan Islam.

Keutamaan Puasa Sunnah dan Hikmahnya

Puasa sunnah adalah bentuk ibadah yang sangat dicintai Allah SWT. Meskipun tidak wajib, pelaksanaan puasa sunnah menunjukkan keikhlasan dan kecintaan seorang hamba dalam mendekatkan diri kepada-Nya. Di antara puasa sunnah yang paling dikenal dan dianjurkan adalah:

Puasa Syawal

Puasa enam hari di bulan Syawal setelah Idul Fitri. Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Barang siapa berpuasa Ramadan kemudian diikuti dengan enam hari dari bulan Syawal, maka seakan-akan ia berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim)

Puasa Arafah

Dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah, khusus bagi yang tidak sedang berhaji. Rasulullah SAW bersabda:

“Puasa hari Arafah menghapus dosa tahun sebelumnya dan tahun sesudahnya.” (HR. Muslim)

Puasa Senin dan Kamis

Rasulullah SAW rutin berpuasa di dua hari ini. Beliau bersabda:

“Amal perbuatan manusia diperiksa pada hari Senin dan Kamis, maka aku ingin amalanku diperiksa dalam keadaan aku berpuasa.” (HR. Tirmidzi)

Secara spiritual, puasa sunnah menjadi jalan untuk menghapus dosa, meningkatkan kesabaran, dan membangun hubungan yang lebih kuat dengan Allah SWT. Sedangkan dari sisi sosial, puasa melatih empati terhadap orang yang lapar, menjaga sikap, serta menjadi sarana pembinaan karakter yang baik.

Dengan keutamaannya yang besar, puasa sunnah patut dijaga. Namun, penting juga untuk memahami bahwa dalam Islam, ada keringanan dan fleksibilitas dalam praktik ibadah sunnah terutama saat berbenturan dengan situasi sosial, sebagaimana akan dijelaskan pada bagian-bagian selanjutnya.

Hukum Umum Membatalkan Puasa Sunnah

Dalam fikih Islam, terdapat perbedaan mendasar antara puasa wajib dan puasa sunnah, terutama dalam hal hukum membatalkannya. Para ulama sepakat bahwa puasa wajib, seperti puasa Ramadan atau puasa nazar, tidak boleh dibatalkan tanpa uzur yang dibenarkan syariat. Membatalkan puasa wajib tanpa alasan yang sah merupakan dosa dan harus ditebus dengan qadha atau bahkan kafarat, tergantung pada jenis pelanggarannya.

Berbeda halnya dengan puasa sunnah, yang memiliki kelonggaran lebih. Mayoritas ulama, termasuk ulama dalam mazhab Syafiโ€™i, berpendapat bahwa orang yang sedang menjalankan puasa sunnah diperbolehkan membatalkannya tanpa dosa, meskipun sebaiknya tidak dilakukan tanpa alasan yang kuat. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummu Haniโ€™ radhiyallahu โ€˜anha, bahwa Rasulullah SAW pernah masuk ke rumahnya saat beliau sedang puasa sunnah, lalu beliau makan dan bersabda:

โ€œAku tidak berniat puasa.โ€ (HR. Abu Dawud dan al-Nasaโ€™i)

Hadis ini menunjukkan bahwa puasa sunnah memiliki fleksibilitas dalam pelaksanaannya. Namun, membatalkan puasa sunnah tanpa alasan yang syarโ€™i tetap dianggap meninggalkan amalan baik, bukan berdosa, tetapi mengurangi kesempurnaan ibadah.

Dengan pemahaman ini, maka membatalkan puasa sunnah dalam kondisi tertentu, seperti karena adanya tamu atau undangan makan, akan masuk dalam pembahasan khusus yang lebih kontekstual sebagaimana dibahas para ulama dalam kitab-kitab mereka.

Membatalkan Puasa Sunnah Karena Undangan Makan atau Pernikahan

Dalam kehidupan sosial, ada kalanya seorang Muslim menghadiri acara tertentu seperti undangan makan atau walimah pernikahan di hari ia melaksanakan puasa sunnah. Lalu, apakah dalam kondisi seperti ini disunnahkan untuk tetap berpuasa atau justru dianjurkan untuk membatalkannya?

Para ulama dalam mazhab Syafiโ€™i membahas kondisi seperti ini dalam kitab-kitab fikih. Salah satu referensi penting adalah Hasyiyah al-Jamal โ€˜ala Syarh al-Minhaj, yang mengutip pendapat ulama tentang hukum membatalkan puasa sunnah saat menghadiri acara seperti zifaf (pernikahan).

ูˆูŽู„ูŽูˆู’ ูˆูŽู‚ูŽุนูŽ ุฒูููŽุงูู ูููŠ ุฃูŽูŠูŽู‘ุงู…ู ุตูŽูˆู’ู…ูู‡ู ุงู„ู’ู…ูุนู’ุชูŽุงุฏู ู†ูุฏูุจูŽ ููุทู’ุฑูู‡ู

โ€œSeandainya terjadi pernikahan di hari-hari ia biasa puasa sunnah, maka disunnahkan baginya untuk berbuka (membatalkan puasa).โ€ (Hasyiyah al-Jamal โ€˜ala Syarh al-Minhaj, Juz 2, Hal. 347, Dar al-Fikr)

Penjelasan ini ditegaskan lagi oleh Imam al-Mawardi, seorang ulama besar dari kalangan Syafiโ€™iyyah:

ู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุงูˆูŽุฑู’ุฏููŠูู‘ ู„ูŽูˆู’ ูˆูŽู‚ูŽุนูŽ ูููŠ ุฃูŽูŠูŽู‘ุงู…ู ุงู„ุฒูููŽุงูู ุตูŽูˆู’ู…ู ุชูŽุทูŽูˆูู‘ุน ู…ูุนู’ุชูŽุงุฏูŒ ุงุณู’ุชูุญูุจูŽู‘ ู„ูŽู‡ู ุงู„ู’ููุทู’ุฑูุ› ู„ูุฃูŽู†ูŽู‘ู‡ูŽุง ุฃูŽูŠูŽู‘ุงู…ูŒ ูŠูู‚ูŽุงู„ู ูƒูŽุฃูŽูŠูŽู‘ุงู…ู ุงู„ุชูŽู‘ุดู’ุฑููŠู‚ู

โ€œImam al-Mawardi berkata: Jika dalam hari-hari zifaf (pernikahan) bertepatan dengan puasa sunnah yang biasa dilakukan, maka disunnahkan baginya untuk berbuka; karena hari-hari tersebut dianalogikan seperti hari-hari tasyrik (hari dilarangnya puasa).โ€ (Hasyiyah al-Jamal, ibid.)

Dalam pandangan ini, pembatalan puasa sunnah dianjurkan dalam rangka menjaga adab dan kebersamaan sosial, apalagi dalam acara seperti pernikahan yang identik dengan kegembiraan, jamuan, dan interaksi sosial. Ulama membandingkan suasana ini dengan hari-hari tasyrik, yaitu hari-hari setelah Idul Adha di mana berpuasa dilarang karena merupakan momen makan, minum, dan berkumpul.

Dengan demikian, Islam mengajarkan keseimbangan antara ibadah personal dan nilai-nilai sosial. Meskipun puasa sunnah adalah amal mulia, dalam situasi tertentu seperti menghadiri walimah, membatalkannya bisa menjadi sunnahโ€”karena menjaga hubungan sosial juga bagian dari ibadah yang berpahala.

Hukum Membatalkan Puasa Sunnah dalam Kondisi Lain

Selain karena undangan makan atau acara sosial, ada berbagai kondisi lain yang sering menjadi alasan seseorang membatalkan puasa sunnah. Bagaimana pandangan syariat terhadap situasi-situasi ini?

1. Karena Tidak Sahur: Apakah Dibolehkan?

Tidak sahur bukanlah alasan yang membatalkan keabsahan puasa, baik wajib maupun sunnah. Namun, dalam puasa sunnah, seseorang boleh tidak sahur dan tetap berpuasa, sebagaimana dalam hadis dari Aisyah radhiyallahu ‘anha:

ู‚ูŽุงู„ูŽุชู’ ุฏูŽุฎูŽู„ูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู‘ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฐูŽุงุชูŽ ูŠูŽูˆู’ู…ู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ: ู‡ูŽู„ู’ ุนูู†ู’ุฏูŽูƒูู…ู’ ุดูŽูŠู’ุกูŒุŸ ู‚ูู„ู’ู†ูŽุง: ู„ูŽุง. ู‚ูŽุงู„ูŽ: ููŽุฅูู†ู‘ููŠ ุฅูุฐู‹ุง ุตูŽุงุฆูู…ูŒ

โ€œNabi SAW suatu hari masuk ke rumahku dan bertanya: โ€˜Apakah ada makanan?โ€™ Kami menjawab: โ€˜Tidak.โ€™ Maka beliau bersabda: โ€˜Kalau begitu, aku berpuasa.โ€™โ€ (HR. Muslim)

Artinya, puasa sunnah bisa diniatkan meskipun tanpa sahur, bahkan setelah subuh jika belum makan atau minum. Jika kemudian merasa berat karena tidak sahur dan ingin membatalkan, maka dibolehkan tanpa dosa, selama belum menganggap remeh ibadah tersebut.

2. Karena Sakit: Dalil-Dalil Rukhsah Saat Sakit

Sakit termasuk udzur syarโ€™i yang membolehkan seseorang membatalkan puasa, baik yang wajib apalagi yang sunnah. Allah SWT berfirman:

ููŽู…ูŽู† ูƒูŽุงู†ูŽ ู…ูู†ูƒูู… ู…ู‘ูŽุฑููŠุถู‹ุง ุฃูŽูˆู’ ุนูŽู„ูŽู‰ูฐ ุณูŽููŽุฑู ููŽุนูุฏู‘ูŽุฉูŒ ู…ู‘ูู†ู’ ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู ุฃูุฎูŽุฑูŽ

โ€œBarangsiapa di antara kalian sakit atau dalam perjalanan, maka (gantilah) pada hari-hari yang lain.โ€ (QS. Al-Baqarah: 184)

Dalam konteks puasa sunnah, jika seseorang merasa lemah, pusing, atau ada gangguan kesehatan, maka boleh membatalkannya, dan tidak perlu mengganti di hari lain karena tidak wajib.

3. Karena Sengaja Tanpa Uzur: Adakah Konsekuensinya?

Membatalkan puasa sunnah tanpa alasan memang tidak berdosa, karena tidak ada kewajiban untuk menyempurnakannya. Namun, para ulama menyebutkan bahwa hal ini mengurangi keutamaan dan adab dalam beribadah.

Imam Nawawi rahimahullah menyebut dalam al-Majmuโ€™, bahwa orang yang membatalkan puasa sunnah tanpa kebutuhan berarti telah meninggalkan keutamaan, meskipun tidak berdosa dan tidak perlu qadha.

Jadi, walaupun boleh, membiasakan membatalkan puasa tanpa sebab dapat melemahkan komitmen terhadap ibadah, dan sebaiknya dihindari kecuali memang ada maslahat atau udzur syarโ€™i.

Cara Menolak Makanan Saat Puasa Sunnah dengan Adab

Menjaga hubungan baik dengan sesama merupakan bagian dari ajaran Islam. Saat sedang berpuasa sunnah, bisa saja kita berada dalam situasi di mana seseorang menawarkan makanan atau mengundang makan bersama. Dalam kondisi seperti ini, menolak secara langsung tanpa adab bisa menyinggung perasaan tuan rumah atau orang yang mengajak. Oleh karena itu, Islam mengajarkan cara menolak makanan dengan sopan dan penuh hikmah.

1. Pentingnya Menjaga Perasaan Tuan Rumah

Tuan rumah atau orang yang mengundang biasanya ingin berbagi kebahagiaan dengan menjamu tamu. Jika kita menolak secara kasar atau tanpa penjelasan yang baik, bisa saja mereka merasa kurang dihargai. Oleh karena itu, sikap lembut dan penuh penghormatan sangat diperlukan.

Dalam hadis Rasulullah ๏ทบ disebutkan:

ู…ูŽู†ู’ ูƒูŽุงู†ูŽ ูŠูุคู’ู…ูู†ู ุจูุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ูˆูŽุงู„ู’ูŠูŽูˆู’ู…ู ุงู„ู’ุขุฎูุฑู ููŽู„ู’ูŠููƒู’ุฑูู…ู’ ุถูŽูŠู’ููŽู‡ู

โ€œBarang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.โ€ (HR. Bukhari dan Muslim)

Menolak makanan dengan cara yang baik juga bagian dari akhlak yang diajarkan Rasulullah ๏ทบ, agar tetap menjaga keharmonisan hubungan sosial.

2. Contoh Ucapan Sopan untuk Menolak Tanpa Menyinggung

Berikut beberapa cara halus untuk menolak makanan saat berpuasa sunnah tanpa menyinggung perasaan:

โœ… Jika ada kesempatan menjelaskan:
โ€œTerima kasih banyak atas jamuannya, sungguh saya sangat menghargainya. Kebetulan saya sedang menjalankan puasa sunnah hari ini. InsyaAllah, lain kali saya pasti akan menikmati hidangannya.โ€

โœ… Jika ingin tetap menghormati tanpa menjelaskan terlalu panjang:
โ€œMasyaAllah, makanannya menggugah selera. Saya sangat menghargai jamuan ini, tapi mohon maaf saya tidak bisa ikut makan sekarang.โ€

โœ… Jika ingin memberi solusi alternatif:
โ€œJazakumullah khair atas jamuannya. Saya sedang puasa sunnah, tapi insyaAllah nanti saya akan menyimpannya untuk berbuka.โ€

โœ… Jika ingin menjaga hubungan dengan lebih akrab:
โ€œMakanan yang disajikan pasti lezat sekali. Saya mohon maaf, saya sedang berpuasa sunnah. Tapi insyaAllah di lain kesempatan saya akan sangat senang untuk makan bersama.โ€

Dengan cara yang santun dan menghargai tuan rumah, insyaAllah mereka tidak akan merasa tersinggung, bahkan bisa lebih memahami pentingnya ibadah puasa sunnah.

Dalam menjalankan ibadah puasa sunnah, seorang Muslim dihadapkan pada berbagai situasi yang menguji kebijaksanaan dalam bersikap. Salah satunya adalah saat mendapat undangan makan atau menghadiri perjamuan. Islam sebagai agama yang penuh rahmat mengajarkan keseimbangan antara ibadah dan adab sosial, sehingga seorang Muslim dapat tetap menjalankan ibadah tanpa mengabaikan nilai-nilai persaudaraan dan penghormatan terhadap sesama.

Ringkasan Poin Penting

1. Keutamaan Puasa Sunnah

Puasa sunnah seperti Syawal, Arafah, dan Senin-Kamis memiliki keutamaan besar dalam Islam.

Ibadah ini membawa manfaat spiritual dan sosial yang mendalam.

2. Hukum Membatalkan Puasa Sunnah

Puasa sunnah bersifat fleksibel, berbeda dengan puasa wajib.

Seorang Muslim diperbolehkan membatalkan puasa sunnah jika ada alasan yang kuat, seperti menghormati undangan makan atau kondisi tertentu.

Berdasarkan pendapat ulama, seperti dalam Hasyiyah al-Jamal dan Imam al-Mawardi, seseorang yang memiliki kebiasaan puasa sunnah disunnahkan untuk berbuka jika ada acara penting seperti walimah.

3. Adab Menolak Makanan Saat Puasa Sunnah

Jika tetap ingin berpuasa, menolak dengan cara yang santun sangat penting agar tidak menyinggung perasaan tuan rumah.

Menyampaikan penolakan dengan kata-kata lembut dan penuh penghormatan akan menjaga hubungan baik.

Saran & Sikap Bijak dalam Menghadapi Dilema Ini

โœ… Tidak Kaku dalam Ibadah Sunnah

Jangan sampai semangat ibadah sunnah membuat kita melupakan adab sosial.

Jika ada situasi di mana berbuka lebih baik, seperti memenuhi undangan makan yang penting, maka lebih utama untuk menerimanya.

โœ… Menjaga Keseimbangan

Ibadah harus dijalankan dengan hikmah, bukan hanya dalam aspek ritual tetapi juga dalam interaksi sosial.

Jika ingin tetap berpuasa, pastikan kita menjelaskan dengan baik agar tidak terjadi kesalahpahaman.

โœ… Mengutamakan Akhlak & Harmoni Sosial

Adab dan akhlak yang baik dalam kehidupan sehari-hari adalah bagian dari ajaran Islam yang harus dijaga.

Sikap lembut dan penuh penghormatan akan membuat ibadah kita lebih bermakna, baik di mata manusia maupun di sisi Allah.

Dengan memahami hukum dan adab yang benar, kita bisa menjalankan ibadah dengan lebih nyaman, fleksibel, dan tetap menjaga hubungan baik dengan sesama. Semoga kita semua diberi taufik untuk menjalankan sunnah Rasulullah ๏ทบ dengan penuh hikmah dan kelembutan hati.

Referensi

Tim Pembukuan Taslim, Gerbang Fikih, cet. II, Lirboyo Press, Maret 2019, jilid 1, hlm. 270.
Merujuk pada: Hasyiyah al-Jamal โ€˜ala Syarh al-Minhaj, juz 2, hlm. 347, Dar al-Fikr.

Bergabung dengan Majelis Kanzul Mubtadi-ien

Bergabunglah bersama ratusan pencinta sholawat di Majelis Ta’lim dan Sholawat Kanzul Mubtadi-ien!
Dapatkan kajian eksklusif, sholawat bersama-sama dari Indonesia dan Luar Negeri, dan silaturahmi dengan sahabat pecinta sholawat.


WA Gabung Sekarang

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WA
1