KH. Abdul Karim Lirboyo, seorang ulama karismatik dan pendiri Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri, Jawa Timur, dikenal luas karena kealiman dan ketawadhu’annya. Beliau tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga menekankan pentingnya adab dan tata krama dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu karya beliau yang terkenal adalah syair yang mengandung nasihat tentang pentingnya ilmu dan adab, yang ditulis dalam bahasa Arab dengan indah dan penuh makna.
Syair ini mengajarkan bahwa kebanggaan sejati bukanlah terletak pada harta atau keturunan, melainkan pada ilmu dan adab. KH. Abdul Karim menekankan bahwa seorang yatim bukanlah mereka yang kehilangan orang tua, tetapi mereka yang tidak memiliki ilmu dan adab. Selain itu, beliau juga menyatakan bahwa kecantikan sejati bukanlah pada penampilan fisik atau pakaian, melainkan pada keindahan ilmu dan adab.
Dengan syair ini, KH. Abdul Karim Lirboyo mengingatkan kita semua akan pentingnya menjaga tata krama dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadikan ilmu dan adab sebagai kebanggaan utama dalam hidup.
Daftar isi
Syair tentang tata krama dan sopan santun KH. Abdul Karim Lirboyo dan Artinya
مَنْ كَانَ مُفْتَخِرًا بِالْمَالِ وَ النَّسَبِ
وَاِنَّمَا فَخْرُنَا بِالْعِلْمِ وَ الْأَدَبِ
لَيْسَ الْيَتِيْمُ هُوَ مَنْ مَاتَ وَالِدُهُ
اِنَّمَا الْيَتِيْمُ بِلَا عِلْمٍ وَ لَا اَدَبِ
لَيْسَ الْجَمَالُ جَمَالَ اللُّبْسِ وَ الْبَدَنِ
إِنَّ الْجَمَالَ جَمَالُ الْعِلْمِ وَ الْأَدَبِ
Berikut adalah terjemahan syair tersebut ke dalam bahasa Indonesia:
Barangsiapa yang berbangga dengan harta dan keturunan,
Sesungguhnya kebanggaan kami adalah pada ilmu dan adab.
Bukanlah yatim itu yang orang tuanya telah tiada,
Sesungguhnya yatim itu adalah yang tanpa ilmu dan adab.
Bukanlah kecantikan itu pada pakaian dan tubuh,
Sesungguhnya kecantikan itu adalah pada ilmu dan adab.
Syair ini menggunakan Bahar Basith, salah satu dari 16 bahar (metrum) dalam puisi Arab klasik. Bahar Basith dikenal dengan pola metrum yang terdiri dari “مستفعلن فاعلن”.
Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:
– مستفعلن (Mustaf’ilun: Pola ini terdiri dari empat suku kata dengan pola pendek-pendek-panjang-pendek (u – – u).
– فاعلن (Fa’ilun): Pola ini terdiri dari tiga suku kata dengan pola panjang-pendek-panjang (- u -).
Dalam syair tersebut, setiap baris mengikuti pola ini, menciptakan ritme yang khas dan harmonis. Penggunaan Bahar Basith memberikan kesan yang mendalam dan indah, sesuai dengan pesan moral yang ingin disampaikan oleh KH. Abdul Karim Lirboyo tentang pentingnya ilmu dan adab.
Syair tentang tata krama dan sopan santun karya KH. Abdul Karim Lirboyo bukan hanya sekadar rangkaian kata-kata indah, tetapi juga merupakan nasihat yang mendalam dan relevan bagi kehidupan kita sehari-hari. Melalui syair ini, KH. Abdul Karim mengingatkan kita bahwa kebanggaan sejati terletak pada ilmu dan adab, bukan pada harta atau keturunan. Beliau juga menekankan bahwa kecantikan sejati bukanlah pada penampilan fisik, melainkan pada keindahan ilmu dan adab yang kita miliki.
Pesan moral yang terkandung dalam syair ini sangat penting untuk kita renungkan dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menjunjung tinggi ilmu dan adab, kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat sekitar kita.
Kerendahan Hati KH Abdul Karim
Suatu hari, seorang santri baru tiba di pesantren. Saat turun dari kendaraan, ia melihat seorang pria tua yang kebetulan sedang berada di jalan. Karena penampilan pria tersebut tidak menunjukkan bahwa ia seorang kiai, santri baru itu meminta bantuannya untuk membawakan koper ke kamar. Tanpa ragu, pria tua itu, yang ternyata adalah KH Abdul Karim, dengan senang hati mengangkat koper tersebut dan membawanya ke kamar yang diminta.
Santri-santri lain yang melihat kejadian ini sangat terkejut dan banyak yang berlarian karena tidak menyangka bahwa kiai mereka sendiri yang membawakan koper santri baru. Ketika waktu shalat tiba dan santri baru itu melihat bahwa orang yang membawakan kopernya menjadi imam, ia sangat tersentak. Karena merasa sangat malu, santri tersebut akhirnya memutuskan untuk pulang tanpa pamit.
Kisah ini menunjukkan betapa rendah hatinya KH Abdul Karim, sebuah sikap yang sangat layak untuk kita teladani.
Semoga artikel ini dapat memberikan inspirasi dan motivasi bagi kita semua untuk terus belajar dan menjaga adab dalam setiap aspek kehidupan. Mari kita jadikan ilmu dan adab sebagai kebanggaan utama kita, sebagaimana yang diajarkan oleh KH. Abdul Karim Lirboyo.
Sumber: Gus Ibrahim Hafidz (Cicit KH. Abdul Karim Lirboyo)
Tentang Penulis
Pengasuh Pondok Pesantren Ali Ustman Urek-Urek Gondanglegi Malang Jawa Timur
Pendidikan : Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Lirboyo Kediri Jawa Timur